Jumat, 03 September 2010

Ciptakan Hijau, Rapi, dan Bersih

Ciptakan Hijau, Rapi, dan Bersih

Jurnalis : Veronika Usha
Fotografer : Veronika Usha

fotoSebagai salah satu bentuk kepedulian Husin terhadap pelestarian lingkungan, ia membuat sebuah metode penanaman yang hemat air dan dengan lahan terbatas yang dinamakan dengan metode Sistem Kantung Air.

“Saya ingin mengajak masyarakat untuk menghijaukan lingkungan. Mengapa kita perlu hijau? Karena setiap kali kita bernafas, setidaknya kita telah mengeluarkan 0.002gr CO2. Sedangkan kemampuan mengolah CO2 tersebut dominan dilakukan oleh dedaunan. Sebuah penelitian mengatakan untuk mengolah CO2 yang dihasilkan oleh 200 orang per jam, dibutuhkan 1 hektar daerah hijau, untuk menetralisirnya. Jadi, kalau kita ingin lingkungan kita ini cukup oksigen, kita harus menciptakan daerah hijau sebanyak-banyaknya,” ucap Husin menerangkan pemikiran dasar kegiatan pelestarian lingkungan yang dilakukannya.

Husin Yusuf, pria kelahiran Aceh 70 tahun silam ini, telah menghabiskan waktu dan tenaganya selama lebih kurang lima tahun untuk memecahkan persoalan yang tengah dihadapi oleh lingkungan saat ini. Kecintaannya terhadap lingkungan yang memiliki nuansa hijau, rapi, dan bersih membuatnya menciptakan metode penanaman tanaman dengan Sistem Kantong Air dan kegiatan daur ulang dengan proses pembuatan kompos cair, yang ramah lingkungan serta berguna bagi masyarakat.

Hijaukan Lahan
Sekitar tahun 1980, Husin mendapat kesempatan dari tempatnya bekerja untuk mempelajari tata cara pemeliharaan industri di Jepang. Ketika di akhir diskusi, seorang anak muda yang bergelar S3 menghampiri Husein dan bertanya kepadanya, “Waktu saya di sekolah menengah, saya belajar mengenai negara-negara yang berada di Asia Tenggara, khususnya Indonesia. Menurut informasi saat itu, Indonesia adalah gudang beras. Bahkan hingga mendapat julukan sebagai pulau beras atau Jawa Dwipa. Tapi mengapa Indonesia bisa mengimpor beras dari Jepang? Padahal di Jepang itu, hanya ada 20% dari daerah teritorialnya yang bisa dihijaukan, dan itu bukan padi. Karena hanya sebagian kecil lahan yang bisa menghasilkan padi. Saya benar-benar tidak habis pikir.”

“Mendengar hal itu, hati saya benar-benar sakit. Saya baru menyadari bahwa masyarakat dari negara lain bisa lebih peduli dengan keadaan Indonesia. Sedangkan kita sendiri, mungkin tidak menyadari akan hal ini,” tutur Husin. Sejak saat itu ia pun bertekad dalam hati akan melakukan sesuatu untuk pertanian Indonesia. Setelah resmi pensiun tahun 2000, Husin mulai menjalankan tekad hatinya. Terlebih, dirinya semakin prihatin melihat kondisi lingkungan yang semakin lama semakin tercemar.

Melalui lingkungan tempat tinggalnya sendiri, Husin mulai mengajak masyarakat untuk menciptakan lahan hijau. “Waktu pertama kali saya mengajak warga di jalan Maritim Raya, Cilandak Barat untuk mulai bercocok tanam, banyak dari mereka yang enggan melakukannya dengan alasan ‘Saya kan tidak punya pekarangan yang luas’ atau ‘Saya sibuk bekerja, mana ada waktu untuk mengurus tanaman’,” terang Husin.

foto foto

Ket : - Penanaman dengan Sistem Kantung Air ini menggunakan metode yang sangat sederhana, dengan menggunakan pipa kapiler, kebutuhan tanaman akan air bisa dikendalikan. (kiri)
- Untuk mengurangi volume sampah, Husin pun mengolah sampah rumah tangga organik menjadi pupuk cair yang berguna untuk tanaman dan tidak mengandung bahan kimia. (kanan)

Sistem Kantong Air
Oleh karena itu, ia pun akhirnya mulai mencari akal bagaimana menciptakan metode yang tepat untuk bercocok tanam di lahan yang terbatas. Husin menjelaskan, “Saya mulai melakukan beberapa pengamatan. Mengapa pohon bisa hidup, bagaimana dia hidup tanpa kita terlalu terbebani? Hingga akhirnya saya menemukan sistem kapiler yang saya terapkan dalam metode penanaman dengan sistem kantong air. Jadi tanah saya taruh di atas, sedangkan air di bawah, lalu saya sambung dengan sistem kapiler, dan ternyata tanah tersebut siap untuk ditanami.”

Metode Sistem Kantong Air ini pun akhirnya diperkenalkan Husin pada tahun 2007 kepada masyarakat di sekitar rumahnya. Awalnya beberapa warga sempat merasa ragu. “Mereka bilang, untuk apa repot-repot tanam begitu?” tambah Husin. Tapi setelah metode tersebut berhasil diterapkan dengan hasil yang cukup memuaskan, maka semakin banyak warga yang berdatangan ke rumah Husin, untuk belajar cara bertanam dengan menggunakan metode ini. Tidak hanya itu, ia pun akhirnya memberanikan diri untuk mulai mensosialisasikan sistem ini kepada masyarakat umum melalui beberapa pameran dan pelatihan, dengan menggunakan nama “Saung Kagura”.

Kelebihan metode yang digunakan oleh Husin, selain tidak perlu membutuhkan lahan yang luas, metode ini juga sangat hemat air. “Saat ini kita tahu kalau sumber daya air sangat terbatas, karena pencemaran. Karena itu kita harus bijak dalam menggunakan sumber air bersih. Sistem ini sangat hemat air. Kita bisa mengatur dalam satu bulan tidak perlu menyiram tanaman tersebut,” jelas Husin. Selain itu, Husin pun menggunakan barang-barang bekas dalam menerapkan metode ini. Botol-botol bekas minuman yang sudah tidak terpakai, kini beralih fungsi menjadi tempat kantong air untuk tanaman. “Setiap bulan saya rutin mendapatkan sampah botol bekas dari para tetangga maupun teman-teman, yang nantinya akan saya daur ulang menjadi tempat kantong air,” tambah bapak dari tiga orang anak ini.

foto foto

Ket : - Tujuan Husin sebenarnya adalah mengajak masyarakat untuk menciptakan lahan hijau sebanyak -banyaknya. Baik dengan cara konvensional, maupun menerapkan metode yang diciptakannya. (kiri)
- Selain melestarikan lingkungan, metode yang diperkenalkan oleh Husin juga bisa membantu para petani untuk bisa memproduksi pupuk mereka sendiri, sehingga bisa menekan biaya produksi. (kanan)

Selesaikan Sampah Sendiri
Permasalahan pelestarian lingkungan kedua yang dihadapi oleh masyarakat adalah sampah. “Kita tahu, di Jakarta berapa ton sampah terjadi setiap menitnya, ke mana sampah itu akan dibuang? Oleh karena itu saya menghimbau kepada masyarakat untuk mencoba menyelesaikan sampahnya sendiri, sehingga bisa menekan jumlah sampah yang akan dihasilkan,” ungkap Husin.

Salah satu cara yang dilakukan Husin dalam menyelesaikan sampah rumah tangganya adalah dengan mengolah sampah organik/sisa makanan menjadi kompos. “Dahulu sisa-sisa makanan kami olah menjadi kompos padat. Namun karena pupuk padat memiliki kekurangan dalam proses fermentasinya maka akhirnya saya mencoba untuk membuat kompos cair,” tambahnya.

Setelah diamati, penggunaan kompos cair jauh lebih aman untuk tanaman dan tanah. Husin berharap para petani mulai meninggalkan pupuk kimia. Karena selain berbahaya, pupuk tersebut juga menyebabkan 63% lahan pertanian Indonesia terkontaminasi oleh bahan kimia. Husin menjelaskan, “Selain terbuat dari bahan alami, pembuatan pupuk ini juga mudah, dan bisa dilakukan oleh para petani dimana saja. Saya ingin kehidupan para petani bisa ‘berdaulat’. Mereka tidak perlu membeli pupuk dengan harga yang mahal, tapi mereka bisa membuatnya sendiri, sehingga biaya produksi pun menjadi lebih rendah, dan secara otomatis menaikkan tingkat kesejahteraan mereka.”

Untuk menguji kompos cair miliknya, Husin sengaja membawanya ke Lembaga Penelitian Tanah untuk diuji, apakah kompos miliknya layak untuk digunakan secara klinis, dan sesuai dengan standar yang telah ditentukan. “Saya tidak berpikir untuk mengkomersilkan produk ini. Keinginan saya hanya untuk membantu masyarakat, dan menjaga alam ini. Bagaimana pun caranya, baik dengan cara konvensional (menanam di tanah –red), atau mengurangi volume sampah dengan membuat kompos padat, dan tidak menggunakan sistem saya, yang penting masyarakat mulai memiliki kesadaran untuk lebih peduli kepada lingkungan. Itu yang paling penting,” tuturnya mantap.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar