Dalam sebuah pertandingan kejuaraan di tahun 70an, Rudy Hartono maestro bulu tangkis Indonesia saat itu berhadapan dengan pemain hebat asal Malaysia, Punch Gunalan.
Ketika itu Punch memimpin dengan telak. Rudy ketinggalan angka 1-14.
Satu angka lagi, Punch akan menjadi juara. Secara logika tentu
kemenangan hanya tinggal menunggu waktu saja. Tapi apa yang terjadi?
Rudy Hartono tidak menyerah sama sekali. Secara luar biasa dia
membalikkan keadaan. Angka demi angka diraih untuk menyusul Punch hingga
akhirnya keluar sebagai pemenang. Dalam sebuah acara TV beberapa puluh
tahun berikutnya, Rudy menceritakan apa yang terjadi saat itu. Demikian
kira-kira katanya: "kalau saat itu saya menyerah dan berpikir "yah mati deh.... saya pasti bisa benar-benar mati dan kalah" katanya. Rudy saat itu berpikir positif. Nothing to lose. "Kalaupun kalah tidak masalah, karena saya sudah benar-benar berusaha"
katanya. Sikap positif ini membuat Rudy memandang ketinggalan angka
dalam posisi kritis itu menjadi sebuah peluang untuk meraih kemenangan.
Tekanan secara perlahan berpindah kepada Punch, dan Rudy pun memenangkan
pertandingan. Bayangkan jika Rudy saat itu mudah menyerah, mendasarkan
hanya pada logika dan hilang semangat ketika dalam posisi kritis, hasil
akhirnya tentu akan berbeda.
Tuhan tidak pernah menginginkan kita untuk menyerah. Kita tahu bahwa ada
pengharapan tanpa batas dalam Kristus. Amsal menuliskan "Sebab tujuh kali orang benar jatuh, namun ia bangun kembali, tetapi orang fasik akan roboh dalam bencana." (Amsal
24:16). Sebagai anak-anak Tuhan yang punya pengharapan, tidak
seharusnya kita mudah jatuh, frustrasi, menyerah dan kemudian kalah.
Orang benar boleh jatuh berkali-kali, tapi tetap bangkit, dan kemudian
menjadi pemenang, bahkan lebih dari pemenang. "Seperti ada tertulis:
"Oleh karena Engkau kami ada dalam bahaya maut sepanjang hari, kami
telah dianggap sebagai domba-domba sembelihan. Tetapi dalam semuanya itu
kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah
mengasihi kita." (Roma 8:36-37). Tentu saja ada rasa sakit ketika
kita terus menerus bertemu dengan kegagalan. Tapi jangan jadikan itu
sebagai sesuatu yang traumatis kemudian membuat kita sulit bangkit
karena terus terbelenggu dengan masa lalu. Jadikan kegagalan itu sebagai
sebuah pelajaran berharga, dan jadikanlah sebuah titik tolak untuk
bangkit.
Rasul Paulus pernah berkata demikian: "Dalam segala hal kami
ditindas, namun tidak terjepit; kami habis akal, namun tidak putus asa;
kami dianiaya, namun tidak ditinggalkan sendirian, kami dihempaskan,
namun tidak binasa." (2 Korintus 4:8-9). Sebuah perkataan yang
menunjukkan sebuah mental baja yang tidak mudah menyerah. Kita tahu
bagaimana beratnya pergumulan Paulus setelah ia bertobat. Di lempar
batu, menghadapi badai besar dalam salah satu pelayarannya ketika
melayani, dipenjara, dianiaya dan lain-lain. Bagaimana Paulus bisa
mencapai pola pikir seperti itu? Demikian katanya: "Kami senantiasa membawa kematian Yesus di dalam tubuh kami, supaya kehidupan Yesus juga menjadi nyata di dalam tubuh kami." (ay 10). Yang dimaksud Paulus dalam ayat 10 ini dia jelaskan pada ayat 17. "Sebab
penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan
kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar dari pada
penderitaan kami." (ay 17). Segala penderitaan yang dialami Paulus
dan rekan-rekan sepelayanan belumlah sebanding dengan penderitaan yang
dialami Yesus dalam menebus dosa-dosa manusia. Dan penderitaan itu semua
masih terbilang ringan jika dibandingkan dengan kemuliaan kekal, sebuah
kebahagiaan yang luar biasa dan abadi sifatnya, yang dijanjikan Tuhan.
Dengan dasar demikian, Paulus dan rekan-rekan tidak merasa tawar hati
bahkan menghadapi maut sekalipun. "Sebab itu kami tidak tawar hati,
tetapi meskipun manusia lahiriah kami semakin merosot, namun manusia
batiniah kami dibaharui dari sehari ke sehari." (ay 16).
Penderitaan boleh datang, kegagalan boleh hadir dalam hidup kita, tapi
semua itu bukanlah akhir dari segalanya, melainkan sebuah awal untuk
belajar melangkah dalam proses perjalanan hidup kita untuk mencapai
kesuksesan. Dalam Filipi, Paulus mengungkapkan sebuah tips penting
menjalani kehidupan: "aku melupakan apa yang telah di belakangku dan
mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada
tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam
Kristus Yesus." (Filipi 3:13-14). Yesus pun mengingatkan dengan
tegas bahwa kita tidak boleh terus terikat dengan segala kegagalan di
masa lalu. "Tetapi Yesus berkata: "Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah."
(Lukas 9:62). Jangan menyesali kegagalan dan masa lalu anda secara
berlebihan, apalagi jika itu mendatangkan frustrasi hingga kemudian
menyerah. Jadikan semua itu sebagai titik awal sebuah proses belajar
menuju keberhasilan, dan jadikan semua itu sebagai pelajaran untuk
bersandar kepada Tuhan. Mulailah mengandalkan Tuhan dalam segala segi
kehidupan kita. Ketika anda masih terjatuh saat ini, jangan patah
semangat, karena Tuhan punya rencana luar biasa dalam hidup anda.
Bangkitlah!
Belajarlah dari kegagalan dan jadikan itu sebagai awal kesuksesan